Selasa, 17 Juni 2014

Penjelasan tentang Bank Indonesia , Bank Umum dan pakto 28 & pakdes 20 tahun 88



(i)                 BANK INDONESIA

Bank Indonesia (BI, dulu disebut De Javasche Bank) adalah bank sentral Republik Indonesia. Sebagai bank sentral, BI mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.
Untuk mencapai tujuan tersebut BI didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia. Ketiganya perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien.
BI juga menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki hak untuk mengedarkan uang di Indonesia. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya BI dipimpin oleh Dewan Gubernur. Untuk periode 2008-2013, Darmin Nasution menjabat posisi sebagai Gubernur BI menggantikan Boediono yang menjadi Wakil Presiden.

Sejarah Bank Indonesia
Pada 1828 De Javasche Bank didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai bank sirkulasi yang bertugas mencetak dan mengedarkan uang.
Tahun 1953, Undang-Undang Pokok Bank Indonesia menetapkan pendirian Bank Indonesia untuk menggantikan fungsi De Javasche Bank sebagai bank sentral, dengan tiga tugas utama di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran. Di samping itu, Bank Indonesia diberi tugas penting lain dalam hubungannya dengan Pemerintah dan melanjutkan fungsi bank komersial yang dilakukan oleh DJB sebelumnya.
Pada tahun 1968 diterbitkan Undang-Undang Bank Sentral yang mengatur kedudukan dan tugas Bank Indonesia sebagai bank sentral, terpisah dari bank-bank lain yang melakukan fungsi komersial. Selain tiga tugas pokok bank sentral, Bank Indonesia juga bertugas membantu Pemerintah sebagai agen pembangunan mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat.
Tahun 1999 merupakan Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia, sesuai dengan UU No.23/1999 yang menetapkan tujuan tunggal Bank Indonesia yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Pada tahun 2004, Undang-Undang Bank Indonesia diamandemen dengan fokus pada aspek penting yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia, termasuk penguatan governance. Pada tahun 2008, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas sistem keuangan. Amandemen dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan perbankan nasional dalam menghadapi krisis global melalui peningkatan akses perbankan terhadap Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek dari Bank Indonesia.

Tujuan dan Tugas Bank Indonesia
Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilairupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.

sumber : http://www.othe.org/ilmu-pengetahuan/ekonomi/2221/apa-itu-bi-bank-indonesia-pengertian- arti-difinisi-penjelasan/


 (ii)               BANK UMUM

Bank umum adalah lembaga keuangan yang menerima deposito/simpanan dari masyarakat (depositor) yang di bayarkan atas permintaan dan memberikan kredit serta jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.
Menurut undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana yang telah di ubah dengan undang-undang No. 10 tahun 1998, bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 

Fungsi bank umum :
1. Mengumpulkan dana yang sementara menganggur untuk dipinjamkan pada pihak lain atau membeli surat-surat berharga.
Bank umum selaku bank yang bersifat komersial, akan berupaya untuk mengumpulkan dana dari masyarakat yang sementara menganggur atau belum terpakai yang kemudian dana tersebut dapat digunakan untuk memberikan pinjaman kredit kepada pihak lain yang membutuhkan.
2. Memberikan jasa-jasa untuk melancarkan atau mempermudah di dalam lalu lintas pembayaran uang.
Selain itu bank umum juga berfungsi untuk memberikan fasilitas dalam hal melancarkan dan mempermudah di dalam lalu lintas pembayaran.

sumber :  http://al-mirjza.blogspot.com/2013/03/definisi-dan-fungsi-bank-umum.html


(iii) PAKTO 28 & PAKDES 20 TAHUN 88

Perkembangan pasar modal dapat dikatakan cukup baik sampai tahun 1983, di mana sebanyak 23 perusahaan telah melakukan emisi saham dan perusahaan melakukan emisi obligasi dengan nilai emisi seluruhnya mencapai Rp117 miliar.

Untuk merangsang perusahaan melakukan emisi, pemerintah memberikan keringanan atas pajak perseroan (Pps) sebesar 10%-20% selama 5 tahun sejak perusahaan yang bersangkutan go public. Selain itu kepada investor perseorangan WNI yang membeli saham melalui pasar modal tidak dikenakan pajak pendapatan (Ppd) atas capital gain, pajak atas bunga, dividen, royalti, dan pajak kekayaan atas nilai saham/bukti penyertaan modal. Selanjutnya, selama periode 1983-1987, pasar modal kita kembali tidak bergairah. Hal tersebut terlihat dari tidak berubahnya jumlah emiten yaitu 23 perusahaan untuk emisi saham dan 3 perusahaan emisi obligasi. Penyebab berkurangnya minat perusahaan melakukan emisi pada periode tersebut antara lain disebabkan persyaratan dan tata cara emisi yang menurut kalangan industri sangat ketat.

Untuk menggairahkan kembali pasar modal, pemerintah melakukan deregulasi disektor keuangan dan perbankan termasuk pasar modal. Deregulasi yang dapat dianggap sangat mem­pengaruhi perkembangan pasar modal Indonesia antara lain adalah Pakto 27, 1988 dan Pakdes 20, 1988. Sebelumnya telah dikeluarkan Paket 24 Desember 1987 yang berkaitan dengan usaha pengem­bangan pasar modal meliputi pokok-pokok sebagai berikut:
  •       Kemudahan syarat go public antara lain laba tidak harus mencapai 10%. 

  •       Diperkenalkannya Bursa Paralel. 
  • Penghapusan fee pendaftaran dan pencatatan di bursa yang sebelumnya dipungut oleh Bapepam.  
  •       Investor asing boleh membeli saham perusahaan yang go public. 
  •       Saham boleh diterbitkan atas unjuk.
  •       Batasan fluktuasi harga saham di Bursa Efek sebesar 4% dari kurs sebelumnya ditiadakan. 
  •       Proses emisi harus sudah diselesaikan Bapepam dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari sejak dilengkapinya persyaratan.
Selanjutnya, dalam Pakto 27, 1988 yang berkaitan dengan usaha pengembangan pasar modal antara lain adalah dikenakannya pajak atas bunga deposito/tabungan secara final sebesar 15%. Dengan adanya ketentuan tersebut, maka perpajakan di pasar uang dan pasar modal diperlakukan sama. Sementara Pakdes 20, 1988 memberikan kemudahan dan kesempatan kepada swasta nasional untuk menyelenggarakan Bursa Efek swasta dan diperkenankannya company listing yang me­mungkinkan perusahaan-perusahaan dapat mencatatkan seluruh saham yang ditempatkan dan disetor penuh di bursa. Dampak dari deregulasi tersebut adalah meningkatnya minat emiten maupun  investor secara drastis yang memanfaatkan pasar modal sebagai sumber pembiayaan bagi perusahaan di satu pihak dan sarana investasi bagi pemodal. Meningkatnya minat emiten mencari dana melalui pasar modal tercermin dari banyaknya perusahaan yang melakukan emisi saham dan obligasi serta naiknya kapitalisasi dana. Naiknya minat investor tercermin pula dari peningkatan volume perdagangan serta indeks harga saham gabungan (IHSG). Sebagai ilustrasi IHSG pada awal tahun 1977, sebelum dilakukannya deregulasi adalah 93,87 point dan saat ini berfluktuasi pada angka 600-an point.


 sumber : http://iqbalsans.blogspot.com/2014/05/bank-indonesia-bank-umum-pakto-27.html














Tidak ada komentar:

Posting Komentar